Senin, 27 Agustus 2012

Berjalan


photo from http://yahyagabrielle.wordpress.com/2011/04/25
Saya baru menyadari bahwa berjalan adalah bakat terbaik yang bisa saya banggakan. Berjalan, aktivitas yang sangat sering saya nikmati; anugerah sederhana yang tidak pernah masuk dalam isian biodata diri bagian hobi. Tapi saya akan senang jika masuk dalam sebutan seniman jalanan. Bukan karena saya memainkan gitar atau memajang karya pahat rupa saya di trotoar tepi jalan, tapi karena berjalan itu sendiri bagi saya sudah merupakan suatu seni. Bagaimana kita mengatur irama langkah, saat-saat tertentu berhenti untuk mengambil nafas panjang; sekedar mengamati cat trotoar yang terkelupas, merasakan hembusan arah angin akibat sambaran kendaraan yang melaju kencang; sepertinya tidak penting, tapi cukup dengan berjalan saja saya bisa menikmati detail, melihat apa yang orang lain tidak lihat.
Saya berjalan ketika saya ingin berjalan. Cukup dengan berjalan saja, saya banyak belajar mengenai hidup. Orangtua yang tidur meringkuk hanya beralaskan selembar kardus, sampah-sampah sisa aktivitas pasar yang masih berserakan, fatamorgana air di atas panas aspal, atau 3 hari 2 malam berjalan beriringan bersama teman-teman, menaklukan diri dengan hadiah panorama dari tempat tertinggi. Saya juga sering bertukar pikiran dan sharing cerita dengan teman-teman saya, sambil berjalan di beberapa ruas kampus, terkadang menyusuri sisi bahu jalan ketika berjalan mencari makan. Kalau sudah mulai berjalan, saya cukup tau untuk memastikan bahwa saya harus sampai ke tujuan. Tapi juga ibarat dua sisi mata pisau, terlalu menikmati perjalanan bisa juga menjadikan lupa tujuan semula.
Dulu, jaman sd dan smp, saya hampir tiap hari berjalan kaki untuk berangkat dan pulang sekolah. Tidak sejauh jarak yang ditempuh Dahlan Iskan memang, tapi saya masih merasakan masa-masa melepas sepatu untuk meniti pematang sawah dan menyeberang jembatan yang terbuat dari bambu yang disusun sejajar. Hingga sudah kuliah pun, saya sering pergi-pulang kampus dengan berjalan, saya bisa lebih lama merasakan lengangnya jalanan jam 1 malam, teriknya matahari siang, atau derasnya hujan yang bisa membuat sungai setinggi mata kaki, hingga membasahi diri dan memberatkan langkah kaki. Kadang saya mencoba untuk berlari, tapi ada kesenangan tersendiri ketika menikmati semuanya dengan berjalan. Keinginan saya untuk mengeluh tentang panas, dingin, haus, jauh, lelah, dan beberapa kicauan keluhan hidup yang lainnya; diuji saat berjalan. Percayalah, bersyukur dan memotivasi diri mutlak lebih menyenangkan. Sebentar lagi sampai, sebentar lagi sampai. Mengalahkan bisik gerutuan 'ini kok ga sampai-sampai'.
Karena seburuk-buruknya hari kita, sekeras-kerasnya kita berusaha, seberat-beratnya rintangan yang menghadang, hidup harus tetap berjalan bukan? 

photo from 2.bp.blogspot.com

photo from http://achyboy.blogspot.com

Sampai


Ada tempat dan suasana dimana rasanya saya sudah tidak ingin kemana-mana lagi
Puncak-puncak gunung yang dengan anggunnya melukiskan undulasi pemukaan bumi
Sejuk rumput hijau, memegang renggang tali senar, memandang goyang tarian layang-layang di kanvas biru langit berawan putih kelabu.
Pagi hari dengan teh panas legi kenthel dan obrolan hangat di teras rumah, koran yang terlipat rapi menunggu untuk dibaca
Melihat senyum-senyum teman yang menyenangkan, mendengarkan nasihat-nasihat ayah ibu kakak yang menguatkan.
4 tahun lalu di depan laptop, gembira hanya karena satu kata yang sudah cukup mengartikan semua. Diterima.
Malam di atas kasur kosan, redup lampu meja meminta mata saya untuk segera istirahat terpejam.
Gagang pintu samping rumah yang menyambut, setelah lelah semalam perjalanan pulang dan sekian bulan di perantauan.
Hingga akhirnya saya benar-benar tau bagaimana memaknai kalimat, ‘ah, ini dia, saya sudah sampai..’