Minggu, 05 Februari 2012

Bertemu Founding Father

Hari kamis yang lalu saya berkesempatan bertemu dengan orang yang selama ini hanya saya baca di buku sakti atau dengar melalui mulut senior. Beliau adalah bapak MT Zen, pencetus dibentuknya jurusan dan himpunan Teknik Geofisika 'TERRA" ITB. Pukul 10.00 WIB ketika kami sampai di halaman rumahnya yang terletak di sekitar dago tea house, rimbun dan asri. Ohya, di gerbang gapura masuk ada papan kayu bertuliskan ‘Terre des Hommes’, sama seperti susunan tulisan dari kertas karton yang ditempel di atas pintu sekre himpunan. Ternyata diambil dari sastra karya De Saint Exupery yang berarti 'bumi manusia'
Begini saya menggambarkan rumahnya yang asri; rumput yang hijau, pohon perindang yang terpangkas rapi, beberapa bunga yang kuntum mekar, arca-arca di beberapa sudut, dan bapak MT Zen yang sudah menunggu kami di pendopo mininya, menikmati suasana rumahnya dengan suara kicau burung dan alunan musik klasik, kemudian saya baru tau jika pak MT Zen benar-benar penikmat musik, Beethoven. Dan setidaknya kami memiliki selera yang sama dalam hal berikut; sedikit mual mendengar perkembangan musik dangdut, yang sebenarnya bisa menjadi musik primadona Indonesia, jika tidak dikotori dengan erotisme dan saweran. Ohya, bagian dalam rumahnya dipenuhi dengan buku-buku dan pernik-pernik koleksinya, rumah buku dan kenangan.
Dua jam bersama beliau lebih banyak kami gunakan dengan mendengarkan. Wow, beliau adalah pencerita yang mengesankan. Banyak hal yang diceritakan, dengan sebenarnya hanya satu pertanyaan awal yang kami ajukan. Beliau bercerita mengenai masa kecilnya ketika bertemu Soekarno di Bangka, masa mudanya ketika berkenalan dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, atau ketika berpidato mengkritisi kebijakan Norway di parlemennya, dan kemudian esok harinya diajak makan pagi bersama raja Norway. Dia juga sangat berapi-api ketika membicarakan kondisi carut marutnya Indonesia sekarang, penuh ekspresi kekecewaan dan kekesalan. Hampir tidak ada rambut berwarna hitam tersisa di kepalanya memang, tapi di umurnya yang akan menginjak 81 tahun, daya ingatnya masih kuat, fisiknya juga tidak kelihatan, hmm, lontong. Saya pikir hidupnya penuh perjuangan, perlawanan, dinamis, dan kritis. Sayang kami tidak curhat lebh banyak mengenai kondisi kemahasiswaan dan pemuda-pemuda jaman sekarang yang, begitulah, terlalu banyak hal instan, mungkin, mengesampingkan sisi perjuangan.
Pertanyaan awal kami sebenarnya sederhana, “gimana sih pak awal mula hingga terbentuknya TERRA?” tidak terjawab hingga kami pamit pulang, atau akan terjawab jika kami kuat mendengarkan hingga sekian hari kemudian. Tapi apa yang dikisahkan bapak MT Zen adalah secuil perjalanan hidup panjang yang menarik dan pemikiran pemikirannya yang tegas. Membuat saya tersenyum, semoga banyak hal menarik yang bisa saya ceritakan kepada anak cucu saya besok. Para penerus nama belakang Arsaha, mungkin. Hehe.
“Teh hangat dan cemilannya terasa manis..”