Senin, 20 April 2015

Tejotirto



Entah apa yang ada di pikiran saya saat itu sampai perajin batik di Bantul pun jauh-jauh saya sambangi, orang sini bilang saya nyebrang negoro.
Sama seperti ketidaktahuan saya ketika setelah berbagai pencapaian yang didapat Gerakan Indonesia Mengajar selama hampir 5 tahun, masih ada tanggapan seperti berikut ini oleh beberapa orang yang mengetahui saya akan bergabung dengan IM...

(kejadian I)
(setelah menceritakan panjang lebar tentang Indonesia Mengajar) Oh, jadi IM mirip-mirip seperti KKN ya, hanya jangka waktunya 1 tahun gitu, lalu habis itu dapet sertifikat? Emang sertifikatnya bisa laku buat daftar-daftar perusahaan?
(saya gagap untuk mencari jawaban yang tepat selain mengembangkan senyum simpul)

(kasus 2)
'Bryan, kamu kerja dimana sekarang?'
'alhamdulillah diterima IM, nanti April mulai pelatihan, doanya ya'
'wah, keren, kok bisa? bukannya udah dibubarin sama pemerintah Mesir? IM, Ikhwanul Muslimin kan?'
(saya tahu dia seorang yang mengikuti perkembangan Timur Tengah, saya tertawa)

Saya dan teman saya saat itu menjatuhkan pilihan kepada motif batik yang tidak mewah. Sederhana, tapi saya cukup mengerti bagaimana batik itu akan dibuat.
Dengan menjadi pengajar muda, sepertinya memang tidak perlu menjadi mewah. Tentu ada rasa bangga sudah terpilih dari sekian puluh ribu lainnya, mewarisi semangat Ki Hadjar Dewantara yang memiliki pilihan hidup nyaman bangsawan, namun menukarnya untuk berbagi rasa kepada akar-akar tunas masa depan. Semoga rasa bangga itu tidak menyilaukan, hingga menjadikan saya Icarus yang lupa turun setelah diterbangkan oleh pencapaian. Karena selebihnya, hingga saat ini bahkan saya belum membuktikan apa-apa, dari sekedar nama yang tertera di laman resmi webnya. Saatnya turun kembali memijak bumi, setelah bereuforia dengan ucapan selamat dan salam perpisahan.
Yap. Saya kembali menghadapi garis mula untuk mengawali perjalanan. dimana doa menjadi power booster utama.

diantara dominannya kain bermotif batik yang dijual di pasaran, batik yang kami pilih masih mempertahankan proses dengan kaidah dan filosofi-filosofi di dalamnya. Pembuatnya? Tangan-tangan yang memilih bertahan dalam mewarisi karya tradisi.
Dan tahun kelima sejak babad alas-nya gerakan ini, kini sudah mewariskan banyak hal. Meskipun tantangan selalu berubah, permasalahan bervarian, nilai-nilai yang ingin dituju tetaplah sama. Maka pertanyaan ‘mengapa memilih Indonesia Mengajar?’, bagi saya secara pribadi, tidak lagi saya jawab muluk-muluk. ‘Melunasi janji kemerdekaan’, atau ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’, sudah digaungkan berulang-ulang hingga bising. Saya lebih mengangguk sepaham terhadap kalimat direktur utama Gerakan Indonesia Mengajar, Bapak Hikmat Hardono, kepada para pejuang penggerak daerah, “Tak ada cara yang lebih baik untuk menghormati mereka semua (para aktor lokal di daerah) selain ikut bekerja bersama mereka.”  Atau cukup dengan alasan sederhana seperti rasa syukur, ketika merefleksikan diri saya saat ini ke seseorang yang lampau, saya rindu mandi di kali, melompat bebas dari tepian ke permukaan jernih tanpa limbah pabrik. Saya rindu melepas alas kaki, mengotori kaki dengan tanah sawah basah, meniti pematang sambil bercanda dengan burung-burung yang terbang rendah menggodai bapak petani. Saya rindu saya yang lampau, menjadi mereka anak-anak merdeka yang bebas menyebut mimpi-mimpi tanpa ditekan kelebihan ekspektasi yang membebani. Memahami dunia tumbuh kembang anak-anak juga menjadi alasan menarik. Lagipula, bukanlah setiap lelaki ingin menjadi seorang ‘Bapak’?

Motifnya dalam jawa dikenal sebagai tejotirto
Perlambang air, dan seharusnya sudah mahfum dikenal jika Indonesia Mengajar menggunakan tunas sebagai alias lambang bagi tiang pancang visi gerakannya. Jika benar hubungan air dan tunas adalah hubungan yang romantis, maka air murni akan memakmurkan tunas; dan air beracun akan mematikannya.
Selayaknya hubungan romantis, bukan? Menenangkan, juga kadang memabukkan.

Dan tanpa disangka, saya beritahu satu hal lain tentang baju ini,
Warnanya merah muda.

-- diselesaikan di kantor Galuh, hari pertama,  20 April 2015 --

Sabtu, 21 Maret 2015

Rilis - Pengajar Muda



Saya sudah mendapatkan kabarnya melalui email sekitar 3 minggu yang lalu, sebelum dirilis resmi di laman webnya, kemarin.

3 minggu, intuisi saya saja yang menuntun, jika dalam jangka waktu ini, cukuplah lingkaran keluarga saja saya berbagi kabar, (kemudian dia), dan beberapa teman dekat yang tidak bisa dihindari. Selain alasan berhati-hati, lebih juga karena sebenarnya saya tidak menemukan resep yang pas untuk mengungkapkan perasaan saya saat itu; saya senang (dan sangat bersyukur tentunya) sederhana diri ini dapat memperoleh kesempatan untuk berguna bagi orang lain, namun dengan tidak menunggu jeda, kemudian diliputi perasaan gundah akan tanggungjawab yang menanti, sungguh saya tidak pernah terbersit tanggung jawab ini akan mudah, lingkup besar yang selama ini kilas pandang saya memperhatikan sisi-sisinya. Maka saya mengucapkan Alhamdulillah, diikuti Innalillahi wa inna ilaihi raji'un..

Tapi seiring berkurangnya hitungan keberangkatan, satu persatu saya dapatkan teman-teman bergabung melingkar bergandengan, dari penjuru-penjuru negeri, dengan berbagai latar belakang, menjadi satu ikatan. Ke-75 calon pengajar muda angkatan X yang meneguhkan niatan, bahwa saya tidak berjuang sendirian. Kerumunan yang tidak sungkan berbagi, tempat saya akan belajar banyak, juga memberikan segenap yang saya punya.

Mohon doanya, untuk ikut ambil bagian dalam lingkaran kerja pengajar muda. Semoga amanah ini menjadi berkah dan berbuah manfaat. 


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

http://indonesiamengajar.org/kabar-terbaru/pengumuman-hasil-seleksi-tahap-akhir-pengajar-mu

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------