Hari ini 22 juli 2012. Jadi sambil menunggu adzan isya, saya
menyempatkan diri buat menyambangi angkringan depan gerbang parkir SR ITB,
utara masjid salman. Karena baru pertama kali ke angkringan ini, basa basilah
saya dengan menanyakan,’saking pundi mas,
pun dangu teng riki, dsb’. Maklumlah, beberapa bulan terakhir angkringan semakin menjamur di Bandung. Sebagai orang jogja tulen, angkringan bagi
saya tidak hanya sekedar menjadi tempat makan atau mampir minum isi perut. Tapi
terkadang juga penuh dengan pertukaran nilai-nilai sosial. Jadi saya ya cukup
bisa merasakan feelnya jika disuruh membedakan mana angkringan asli atau
angkringan jadi-jadian. Yang saya tahu, angkringan pada mulanya adalah tempat rehat
orang-orang pekerja keras, pekerja kasar. Tempat dimana mereka dapat sejenak
melupakan beban hidupnya, bertukar cerita mengenai hari-hari mereka yang berat.
Kemudian mahasiswa-mahasiswa juga kerap menyambangi angkringan sebagai tempat
diskusi mereka, bertukar pendapat mengenai perkembangan bangsa, hingga curhat
mengenai sangat berwarnanya masa kuliah mereka. Atau sebagai tempat ngaso
pegawai kantoran yang bosan dengan kemonotonan suasana kantor. Ya seperti
itulah, angkringan dapat menjadi tempat bertemunya kalangan-kalangan dari
berbagai dimensi sosial, semacam tidak ada kasta dan kelas-kelas kesenjangan
ekonomi disana.
Baik, jadi di angkringan depan SR saat itu saya terkagetkan
dengan opini mas-mas, atau bapak-bapak, karena paras dan perawakan 30annya yang
tanggung, mengenai asal muasal angkringan. Saya membanggakan diri saya dari
jogja, sebagai awal mula janin angkringan muncul. Dan dia mengatakan sebagai
orang klaten, yang tumbuh dan tinggal lama di jogja. Seperti yang saya dan
kebanyakan orang lain ketahui, pelopor angkringan pertama kali adalah lik man,
angkringan di utara stasiun tugu. Mas mas penjaga angkringan ini, sebut saja
mas jenggot, bilang bahwa pak liknya sudah buka warung semacam angkringan di
daerah UGM, jauh sebelum ada angkringan lik man. Angkringan lik man yang
kondang di 90an disebutnya menjadi pelopor karena lokasinya yang strategis, di
utara stasiun tugu. Sementara pak lik dari mas jenggot ini sudah buka
angkringan di tahun 80an. Wallahualam, tapi dia mengatakan bahwa dia adalah generasi
penjual angkringan, dan punya silsilah bagaimana angkringan ini berkembang di
keluarganya. Saya tertarik dengan bahasan yang lainnya. Di Solo, ada tempat
semacam angkringan, dikenal dengan sebutan ‘Hik’. Mas jenggot mengatakan bahwa
‘Hik’ sudah ada sebelum angkringan lahir. Hik sendiri memiliki variasi makanan
yang lebih beragam dari angkringan. Saya sendiri pernah mencoba Hik Solo, dan
suasananya tidak jauh berbeda dari angkringan. Kemudian di semarang, siapa
sangka dulu angkringan bersifat nomaden. Saudara dari mas jenggot ini, katanya,
adalah penjaja angkringan pikulan, berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain. Saya membayangkannya, pikulan-pikulan dengan neraca kotak kotak tertutup tampah, sisi dari satu pikulan berisi aneka macam makanan
angkringan, sisi lainnya aneka macam minuman hangat, dengan dingklik (tempat
duduk kecil – jawa) yang digunakan alas bagi para pembeli, memutari pikulan dan
penjaja sebagai pusatnya. Melayani hingga sepi, berpindah dari tempat satu ke tempat lain. Wah, pasti akan ngangeni.
Yang kemudian karena alasan fisik dan praktis, angkringan pikulan ini berubah jadi
gerobak berjalan nomaden, hingga kini sudah berevolusi
menjadi gerobak statis dengan dandanan yang khas, lampu teplok/sentir
remang-remang dengan terpal yang menutupi gerobak, menjuntai hingga ke bawah.
Evolusi angkringan yang bagi saya cukup masuk akal.
Yah begitulah, kini angkringan tidak hanya menjadi tombo
kangen bagi orang jogja, dia sudah merambah kemana-mana. Namun semoga nuansanya
tetap terjaga sama. Nilai-nilai sosial, guyub tanpa kastanya, semoga tidak
pudar dengan merambat naiknya harga-harga, tidak kalah dengan keinstanan
restoran cepat saji. Karena di angkringan, semuanya menjadi satu dalam nasi
kucing, menjadi senyuman dalam kopi hitam, dan pelepas dahaga dalam obrolan
hangat ngalor ngidul :)
Nice post bro :D
BalasHapusHoho makasih faad. Ayo semangat ngeblog hehe
BalasHapus