http://1hdwallpapers.com/rice_fields_wallpapers/page-9.html |
Lantas
saya mulai bercerita mengenai orang yang sangat dekat dalam hidup saya…
Salman
Dzarr termenung. Tembok selasar masjid di samping rumahnya itu membuatnya
nyaman untuk bersandar menatap kosong hamparan sawah yang terbentang di
belakang rumah keduanya. Sekedar melamun mengalirkan pikiran ke sel-sel syaraf
otaknya, berusaha menjaganya untuk tetap tersadar di tiap pagi permulaan hari.
Setahun terakhir tidak cukup buruk untuk Salman, pun begitu tidak dapat
dibilang terlalu bagus untuknya. Setengah tahun pertama dipenuhi dengan kebahagiaan
Salman atas terselesaikannya studi sarjana di salah satu institut ternama di
tanah rantau. Setengah tahun sisanya, Salman bertemu dengan realita. Memang,
kehidupan Salman dalam 3 tahun terakhir tidak kunjung berhenti dibersamai
dengan pergolakan. 2 tahun terakhir perkuliahan diselesaikannya dengan susah
payah. Bermula ketika kiriman bulanan dari kampung halamannya, yang nominalnya
pun paling kecil diantara teman-temannya, mulai sering terlambat datang.
Biasanya uang bulanan Salman dikirim menjadi 2 termin tiap bulannya, setiap
tanggal 1 dan 15, kemudian menjadi acak tidak menentu datangnya. Salman
berusaha mencukupi uang hidupnya dengan menjadi pengajar privat, mencari
beasiswa, dan asisten laboratorium. Lumayan jika hanya untuk menjaga perutnya
tetap terisi 2 kali sehari.
Hingga ia tersadar di satu hari kepulangan ke
kampung halamannya, ekonomi keluarganya telah jatuh. Poranda. Usaha saudara
laki-laki yang menjadi tulang punggung keluarganya mengalami kerugian.
Meninggalkan hutang yang hingga kini tidak pernah terhitung oleh Salman.
Orangtua Salman yang tidak pernah dilibatkan dalam bisnis kakaknya itu ikut
pontang panting mencari penutup lubang, menggali kesana-kemari, ke relasi
kerabat dan rekanan di kegiatan sosial agama mereka. Satu persatu yang dimiliki
tidak lagi ditemui di rumahnya, mobil motor entah digadai entah dijual, Salman
tidak pernah bertanya, Salman menerima. Dari
keserba-adaan menjadi ketiadaan, dari keserba-punyaan menjadi kebercukupan.
Debt collector berpenampilan preman beranting hingga penuh tattoo silih
berganti mendatangi rumah Salman di kampung halamannya. Membuat kedua
orangtuanya menjadi terbiasa menghadapi mereka, dengan kesabaran dan
kelembutan, juga kejujuran mengenai kondisi ekonomi keluarga yang sedang limbung.
Hingga kemudian setelah satu persatu dapat tertangani, sampai juga ke telinga
orangtua Salman mengenai prasangka orang-orang; ‘tamu-tamu’ yang silih berganti
untuk merayakan kebangkrutan bisnis milik kakak Salman tersebut adalah akibat dari
ulah kakak Salman yang telah kalah judi, disertai bumbu-bumbu cibiran serta
fitnah-fitnah lain yang memuakkan. Maka tidak perlu waktu lama untuk mengiyakan
tawaran paman Salman untuk menempati rumah milik keluarga besar di suatu
kompleks masjid. Dengan kepasrahan dan ketabahan, keluarga Salman berhijrah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar